Pertemuan 1
KONSEP SEHAT
DEFINISI
SEHAT
Menurut
WHO (1947) “Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas
dari penyakit atau kelemahan. Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang
dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
1.
Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2.
Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3.
Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Secara
harfiah sehat berarti kondisi seseorang dimana seluruh bagian dari manusia
dapat bekerja sama dengan baik, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. (Kamus Bahasa Indonesia).
Jadi
dapat disimpulkan bahwa konsep sehat itu bukan hanya dimana seluruh
bagian/organ tubuh berfungsi dan bekerja dengan baik (bagaimana semestinya),
tetapi juga setiap usaha-usaha yang dilakukan agar dapat “mencapai” kesehatan
dan mempertahankannya.
SEJARAH
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Zaman
dahulu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat
dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam
penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai
besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha melalukan
perbaikan dalam mengatasi orang-orang yg mengalami gangguan mental.
Sejarah
kesehatan mental terbagi menjadi 2 periode yaitu periode pra ilmiah dan periode
ilmiah:
1. Periode
pra ilmiah
2. Era
ilmiah (Modern)
PENDEKATAN
KESEHATAN MENTAL
Ada
3 pendekatan kesehatan mental, yaitu :
A. Orientasi
Klasik
B. Orientasi
Penyesuaian Diri
C. Orientasi
Pengembangan Potensi
Teori
Kepribadian Sehat
A.
Kepribadian Sehat Berdasarkan Aliran Psikoanalisis
Kepribadian
yang sehat menurut psikoanalisis:
1. Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2. Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3. Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4. Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5. Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan
1. Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2. Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3. Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4. Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5. Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan
B.
Kepribadian Sehat Menurut Aliran Behavioristik
Kepribadian
yang sehat menurut behavioristik:
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan lingkungannya
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman
3. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri
4.Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan lingkungannya
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman
3. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri
4.Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif
C.
Kepribadian Sehat Menurut Humanistik
Kepribadian
yang sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau mayoritas.
4) Jujur ; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
8) Mencoba mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau mayoritas.
4) Jujur ; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
8) Mencoba mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.
Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan personal
A. PENYESUAIAN
DIRI
Arti
Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan
karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) criteria untuk menilai
penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3) penyesuaian diri
(adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment)
memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya.
Dengan demikian, apabila kita mau menghilangkan kekacauan atau salah pengertian
mengenai apa itu penyesuaian diri, maka kita harus tahu konsep-konsep dasarnya.
Penyesuaian
Diri sebagai Adaptasi
Secara
historis arti istilah “penyesuaian diri” sudah mengalami banyak perubahan.
Karena kuatnya pengaruh pemikiran evolusi pada psikologi, maka penyesuaian diri
disamakan dengan adaptasi, yaitu proses dimana organism yang agak sederhana
mematuhi tuntutan-tuntutan lingkungan. Erich Fromm dalam bukunya, Escape
from Freedom, (Fromm, 1941) mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan
berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang
dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Ia menggunakan adaptasi
statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya
orang berpindah dari satu kota kekota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik
adalah sistuasi dimana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan,
misalnya seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah ayah yang keras dan
mengancam. Fromm menafsirkan neurosis sebagai respons dinamik, adaptasi yang
sama dengan penyesuaian diri.
Penyesuaian
Diri dan Individualitas
Dalam
mendefinisikan penyesuaian diri, kita tidak boleh melupakan perbedaan
–perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau genius tidak sesuai dengan
pola “normal”, baik dalam kapasitas maupun dalam tingkah lakunya, tetapi kita
tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti dengan
baik.
Penyesuaian
Diri sebagai Penguasaan
Penyesuaian
diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat penguasaan yang baik pula,
yaitu kemampuan untuk merencanakan atau mengatur respons-respons pribadi
sedemikian rupa sehingga konflik-konflik, kesulitan-kesulitan dan
frustasi-frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien atau
yang menguasai. Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak memperhitungkan
kelemahan-kelemahan individual. Kebanyakan orang tidak memiliki kemampuan yang
dituntut oleh penguasaan itu. pemimpin-pemimpin, orang-orang ang genius, dan
orang-orang yang IQ-nya diatas rata-rata mungkin diharapkan memperlihatkan
penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun demikian orang-orang ini pun
sering mengalami kegagalan. Ini justru mengingatkan kita bahwa setiap orang
memiliki tingkat penyesuaian dirinya sendiri, yang ditentukan oleh
kapasitas-kapasitas bawaan, kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan
pengalaman.
Definisi
Penyesuaian Diri
Dari
segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti
pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik,
ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti
belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana
menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti
kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang,
kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap
frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson,
1951).
Jadi,
kita dapat mendefinisikan dengan sederhana, bahwa penyesuaian diri itu adalah
suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang
menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan,
tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta
menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang
dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup.
Konsep
Penyesuaian Diri yang Baik
Orang
yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki
respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang
yang neurotic adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani
tugas-tugas secara lengkap.
Penyesuaian
Diri adalah Relatif
Penyesuaian
diri seperti yang telah dirumuskan diatas adalah relatif karena tidak ada orang
yang dapat menyesuaikan diri secara sempurna. Penyesuaian diri harus dinilai
berdasarkan kapasitas individu untuk mengubah dan menanggulangi
tuntutan-tuntutan yang dihadapi dan kapasitas ini berbeda-beda menurut
kepribadian dan tingkat perkembangan. Penyesuaian diri juga bersifat relatif
karena berbeda-beda menurut norma-norma sosial dan budaya, serta individu itu
sendiri pun berbeda-beda dalam bertingkah laku. Bahkan orang yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik kadang-kadang merasa bahwa ia menghadapi situasi
atau masalah yang melampaui kemampuannya untuk menyesuaikan diri.
Penyesuaian
Diri versus Moralitas
Dapat
dikemukakan di sini bahwa keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi
bidang ilmu moral atau etika. Setiap orang dapat berbicara tentang kesehatan
yang baik dan buruk, atau cuaca yang baik atau buruk dengan tidak memperhatikan
pandangan moral atau etika. Kita tidak melihat tingkah laku yang tidak dapat
menyesuaikan diri sebagai sesuatu yang secara moral buruk atau juga orang yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik sabagai teladan kebajikan yang sempurna.
Kemampuan menyesuaikan diri tidak dapat disamakan dengan kebajikan, atau
ketidakmampuan menyesuaikan diri disamakan dengan dosa. (Mowrer, 1960). Tetapi
sering kali terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan
menyesuaikan diri dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian
yang sangat luas harus juga mencakup kesehatan moral.
B. PERTUMBUHAN
PERSONAL
Banyak
kualitas penyesuaian diri yang baik mengandung implikasi-implikasi yang khas
bagi pertumbuhan pribadi. Ide ini terkandung dalam kriteria perkembangan diri
yang berarti pertumbuhan kepribadian yang terus-menerus kearah tujuan
kematangan dan prestasi pribadi. Setiap langkah dalam proses pertumbuhan dari
masa bayi sampai masa dewasa harus menjadi kemajuan tertentu kearah kematangan
tang lebih besar dalam pikiran, emosi, sikap dan tingkah laku. Pertumbuhan
kepribadian ditingkatkan oleh banyaknya minat terhadap pekerjaan dan
kegemaran. Sulit menyesuaikan diri dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan
pekerjaan yang tidak menarik dan membosankan, dan segera pekerjaan itu menjadi
hal yang tidak menyenangkan atau menjijikkan. Tetapi, kita memiliki cara
tertentu untuk mengubah dan mengganti pekerjaan yang merangsang minat kita
sehingga kita dapat memperoleh kepuasan terus-menerus dalam pekerjaan.
Pertumbuhan
pribadi tergantung juga pada skala nilai yang adekuat dan tujuan yang
ditetapkan dengan baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk
menilai penyesuaian diri. Skala nilai atau filsafat hidup adalah seperangkat
ide, kebenaran, keyakinan, dan prinsip membimbing seseorang dalam berpikir,
bersikap, dan dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain dalam
memandang kenyataan dan dalam tingkah laku sosial, moral dan agama. Seperangkat
nilai inilah yang akan menentukan apakah kenyataan itu besifat mengancam,
bermusuhan, sangat kuat, atau tidak patut menyesuaikan diri dengannya.
Penyesuaian diri memerlukan penanganan yang efektif terhadap masalah dan stress
yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stress
itu akan ditentukan oleh nilai-nilai yang kita bawa berkenaan dengan situasi
itu. kita seringkali mendengar orang-orang menjadi berantakan dan dengan
demikian mendapat gangguan emosi dan tidak bahagia. Orang-orang tersebut tidak
yakin mengenai hal yang baik atau buruk, benar atau salahh, bernilai atau tidak
bernilai. Mereka tidak memiliki pengetahuan, nilai, atau prinsip yang akan
menyanggupi mereka untuk mereduksikan kebimbangan atau konflik yang secara
emosional sangat mengganggu.
Dalam
proses pematangan, perkembangan situasi sistem nilai akan meliputi juga tujuan
jangka pendek dan jangka panjang yang menjadi inti dari integrasi dan tingkah
laku menyesuaikan diri. orang yang memiliki tujuan-tujuan yang ditetapkan
dengan baik bertindak secara terarah dan bertujuan, meskipun terkadang
terganggu oleh kehilangan arah, kebosanan, kekurangan minat dan dorongan. Dalam
salah satu penelitian mengenai pengaruh-pengaruh dari tercapainya tujuan di
kalangan para mahasiswa, telah ditemukan bahwa arah tujuan ada hubunganya dengan
peningkatan keyakinan, perbaikan harga nilai, dan pembaruan usaha. Pengaruh
umum dari tercapainya tujuan adalah tegangan direduksikan.
Kriteria
terakhir untuk menilai penyesuaian diri adalahh sikap terhadap kenyataan.
Penyesuaian diri yang baik memerlukan sikap yang sehat dan realistic yang
menyanggupi seseorang untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya bukan
sebagaimana diharapkan atau diinginkan. Kriteria ini dipakai pada segi-segi
kenyataan dalam waktu dan ruang. Ada orang yang hidup dalam dunia mimpi tentang
peristiwa masa lampau yang sangat menghargai kenangan-kenangan pada masa
kanak-kanak, dan baginya masa sekarang adalah suatu kenyataan yang jelek, dan
masa yang akan datang merupakan sesuatu yang menakutkan.
Factor
yang mempengaruhi pertumbuhan personal ;
1. Faktor
biologis
2. Faktor
geografis
3. Faktor
budaya
Pertemuan 2
Teori
Kepribadian Sehat Menurut Para Tokoh
Allport
ciri-ciri
kepribadian yang matang menurut allport
Menurut
Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat
yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku
menurut prinsip otonomi fungsional. Kualitas Kepribadian yang matang menurut
allport sebagai berikut:
1.
Ekstensi sense of self
·
Kemampuan berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
·
Kemampuan diri dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
·
Kemampuan merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2.
Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas
intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion
(pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3.
Penerimaan diri
Kemampuan
untuk mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal
: mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan
proporsional.
4.
Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan
memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam
penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih,
mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku
lain yang merusak.
5.
Objektifikasi diri: insight dan humor
Kemampuan
diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak
sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada
saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6.
Filsafat Hidup
Ada
latar belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan
dan arti. Contohnya lewat agama.
Rogers
Pribadi
yang berfungsi utuh menurut Rogers adalah individu yang memakai kapasitas dan
bakatnya, merealisasi potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap
mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya. Rogers
menggambarkan 5 ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya sebagai berikut :
1)
terbuka untuk mengalami (openess to experience);
2)
hidup menjadi (existential living);
3)
keyakinan organismik (organismic trusting);
4)
pengalaman kebebasan (experiental freedom);
5)
kreativitas (creativity)
Maslow
Kebutuhan
Fisiologis
Pada
tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik
(kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh
kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini
dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam
keadaan yang sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia
tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu.
Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
Kebutuhan
Rasa Aman
Jenis
kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas,
perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari
rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka
manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat
sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau
safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka
pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun
perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.
Kebutuhan
Dicintai dan Disayangi
Setelah
kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki
dan dicintai (belongingness and love needs). Setiap orang ingin mempunyai
hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia ingin
mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh
kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin
punya “akar” dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah
keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang tidak mempunyai
keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan
tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti
ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.
Kebutuhan
Harga Diri
Di
sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul
kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga
diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan
akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan,
dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi
kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak
tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk
selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self
actualization).
Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun
secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak
terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus
asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri,
kehilangan selera dan sebagainya.
Erich
Fromm
1.
Cinta yang produktif
cinta
yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang perhatian, tanggung jawab,
respek dan pengetahuan. Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam
pengertian memelihara mereka), sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan
mereka, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka.
2.
Pikiran yang produktif
Pikiran
yang produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir
produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir
yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya. Fromm percaya bahwa
semua penemuan dan wawasan yang hebat melibatkan pikiran objektif, dimana
pemikir-pemikir didorong oleh ketelitian, dan perhatian untuk menilai secara
objektif seluruh masalah.
3.
kebahagiaan
Kebahagiaan
merupakan prestasi (kita) yang paling hebat.
4.
Suara hati
Fromm
membedakan dua tipe suara hati otoriter dan suara hati humanistis.
Stress
A.
Pengertian Stress
Stres
adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada
peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan
oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress
adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64).
Stres
bisa positif dan bisa negatif. Para
peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan
di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres
yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan
dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres
tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding
stres hambatan.
Arti
penting stress
Faktor
individual & sosial yang menjadi penyebab stress
a.
Faktor sosial.
Selain
peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan
jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi
seseorang dalam menghadapi stres.
1.
Dukungan sosial
2.
Dukungan emosional, seperti rasa dikasihi;
3.
Dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa; dan
4.
Dukungan informasi, misalnya nasehat dan keterangan mengenai masalah tertentu.
b.
Faktor Individual
Tatkala
seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada
stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu:
Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya
stresor itu (predictability).
Efek-efek
stress menurut Hans & Selye
Menurut
Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930, tidak semua jenis stres
yang merugikan, dengan demikian, ia datang dengan eustress dan kesusahan. Kita
semua melakukan menjalani ringan, saat-saat singkat dan dikendalikan dari
ketegangan saraf yang dianggap umum, dan bertindak sebagai rangsangan positif
terhadap pertumbuhan seseorang intelektual dan emosional. Selye disebut
eustress ini. Ia didefinisikan distres menjadi sesuatu yang sebaliknya dan
ditandai dengan tekanan fisik dan psikologis yang parah yang mengganggu
kesehatan umum.
Efek
fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
-
Nyeri dada
-
Insomnia atau tidur masalah
-
Nyeri kepala Konstan
-
Hipertensi
-
Tukak
Stres
dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit
tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti
merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat
kita rentan terhadap penyakit.
Tipe-tipe
Stress Psikologis
Menurut
Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu:
1.
Frustasi
Frustasi
muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya
seseorang mengalami kegagalan dalam pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut
harus turun jabatan. Orang yang memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa
rintangan/hambatan yang tidak mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan
atau frustasi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan
usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai,
krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.
2.
Konflik
Konflik
ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan,
kebutuhan, aau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk
dipilih, orang tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik
digolongkan menjadi tiga bagian, approach-approach conflict, approach-avoidant
conflict, avoidant-avoidant conflict.
3.
Tekanan
Tekanan
timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri
individu dan bisa saja dari luar diri individu.
4.
Kecemasan
Kecemasan
merupakan suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/ kegelisahan,
ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan
akan terjadinya sesuatu yang buruk.
Symptom-Reducing
Responses terhadap stress
Kehidupan
akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Individu yang mengalami
stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu
setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan
keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Berikut mekanisme pertahana diri (defense mechanism) yang biasa digunakan
individu untuk dijadiakan strategi saat menghadapi stress:
1. Indentifikasi : suatu cara yang digunakan
individu untuk menghadapi orang lain dngan membuatnya menjadi kepribadiannya,
ia ingin serupa dan bersifat sama seperti orang lain tersebut.
2.
Kompensasi : Kondisi dimana individu tidak memperoleh kepuasan di bidang
tertentu, tetapi mendapatkan kepuasan di bidang lain.
3.
Overcompensation/ reaction formation : Perilaku seseorang yang gagal mencapai
tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara
melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan
tujuan pertama.
4. Sublimasi : suatu mekanisme sejenis
yang memegang peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan
pengembangan kegiatan yang konstruktif. Penggantian objek dalam bentuk-bentuk
yang dapat diterima oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi.
5.
Proyeksi : mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada
objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain.
6.
Introyeksi : memasukan dalam pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain.
7.
Reaksi konversi : Secara singkat mengalihkan konflik ke alat tubuh atau
mengembangkan gejala fisik. Misalkan belum belajar saat menjelang bel masuk
ujian, seorang anak wajahnya menjadi pucat dan berkeringat.
8.
Represi : konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan
paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan
9.
Supresi : menekan konflik, impuls yang tidak dapat diterima secara sadar.
Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya
10.
Denial : mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.
11.
Regresi : mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik
frustasi, ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkunganya.
12.
Fantasi : apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan
berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan.
13.
Negativisme : perilaku seseorang yang selalu bertentangan/menentang otoritas
orang lain dengan perilaku tidak terpuji.
14.
Sikap mengkritik orang lain : Bentuk pertahanan diri untuk menyerang orang lain
dengan kritikan-kritikan. Perilaku ini termasuk perilaku agresif yang aktif
(terbuka).
Pendekatan
problem solving terhadap stress
Selain
mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi serta mengurangi
stress yang timbul karena adanya stressor, individu dapat juga menggunakan
berbagai strategi coping yang spontan untuk mengatasi stress “minor”.
Startegi
coping yang spontan mengatasi stress
Coping
strategy merupakan koping yang digunakan individu secara sadar dan terarah
dalam mengatasi sakit atau stressor yang dihadapinya. Metode koping bisa
diperoleh dari proses belajar dan beberapa relaksasi. Jika individu menggunaan
strategi koping yang efektif dan cocok dengan stressor yang dihadapinya,
stressor tersebut tidak akan menimbulkan sakit (disease), tetapi stressor
tersebut akan menjadi suatu stimulan yang memberikan wellness dan
prestasi.Untuk mengatasi stres “minor”, individu dapat melakukan berbagai macam
koping spontan dan sederhana. Tidak perlu memerlukan banyak biaya dan waktu
yang dikorbankan. Stres “minor” merupakan stres yang tidak terlalu besar
pengaruhnya terhadap individu yang merasakannya. Misalnya seperti kecelakaan,
mendapat nilai yang buruk di rapot, telat datang ke kantor, dan lain
sebagainya. Biasanya jika tingkat stres yang dirasakan individu cukup parah,
peranan obat/medikasi sangat membantu. Namun terlalu banyak mengkonsumsi
obat-obatan di saat stres juga tidak baik pengaruhnya bagi kesehatan fisik.Ada
beberapa teknik terapi yang dicobakan untuk mengatasi stres. Biofeedback adalah
suatu teknik untuk mengetahui bagian tubuh mana yang terkena stres dan kemudian
belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang cukup
rumit, gunanya sebagai feedback atau umpan balik terhadap bagian tubuh
tertentu. Biofeedback kurang efektif untuk digunakan secara praktis.
Untuk
mengatasi stres minor, individu dapat mengatur istirahat yang cukup dan olah
raga yang teratur. Karena cara hidup yang teratur dapat membuat orang jarang
mengalami stres. Relaksasi dan meditasi juga salah satu cara untuk mengurang
stres “minor”. Dengan merasa rileks, seseorang dapat lebih tajam untuk
mengetahui bagaian tubuh mana yang mengalami stres lalu mengembalikan kondisi
tubuh ke kondisi semula. Selain iu meditasi juga memiliki keuntungan lain
seperti konsentrasi menjadi lebih tajam dan pikira menjadi lebih tenang.
Namun
dari semua strategi yang ada, menguah sikap hidup merupakan strategi yang
paling ampuh untuk mengurangi stres yang dirasakan. Dengan mengubah pikiran
negatif menjadi positif orang bisa merasa lebih baik dalam menghadapi
stressornya. Orang juga merasa ikhlas dalam menjalani setiap masalah yang akan
terus ada dalam hidupnya.
strategi
koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki empat komponen pokok:
1.
Peningkatan
kesadaran terhadap masalah: mengetahui dan memahami masalah serta teori yang
melatarbelakangi situasi yang tengah berlangsung.
2.
Pengolahan
informasi: suatu pendekatan dengan cara mengalihkan persepsi sehingga ancaman
yang ada akan diredam. komponen ini meliputi pengumulan informasi dan
pengkajian sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.
3.
Pengubahan
perilaku: suatu tindakan yang dipilih secara sadar dan bersifat positif, yang
dapat meringankan, meminimalkan, atau menghilangkan stressor.
4.
Resolusi
damai: suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil di atasi.
Koping
Stress
Pengertian
coping dan Jenis – jenis coping (koping)
sres
·
Definisi Coping :
strategi
coping merupakan suatu upaya indivdu untuk menanggulangi situasi stres yang
menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kogntif
maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri. Coping yang
efektif untuk dilaksanakan adalah coping
yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan
tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).
·
Jenis – jenis koping stres :
a.
Koping psikologis
Pada
umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada dua
factor yaitu:
1.
Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa
berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap stressor yang
diterimanya.
2.
Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu; artinya dalam
menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan
adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika
sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
b.
Koping psiko-sosial
Yang
biasa dilakukan individu dalam koping psiko-sosial adalah, menyerang, menarik
diri dan kompromi.
1.
Prilaku menyerang
Individu
menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahan integritas
pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif
maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap
sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang atau bahkan terhadap
dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa
benci, dendam dan marah yang memanjang. Sedangkan tindakan konstruktif adalah
upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan
dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
2.
Prilaku menarik diri
Menarik
diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang
lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar meninggalkan
lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari
sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan
reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendam dan
munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
3.
Kompromi
Kompromi
adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk
menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah
atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum
kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan. Kaitan
antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), ada ahli
yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (Lazarus, 1976).
Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal
yang berbeda. (Harber dan Runyon, 1984).
Lazarus
membagi koping menjadi dua jenis yaitu:
1.
Tindakan langsung (direct Action)
Koping
jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan ole individu untuk
mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah
hubungan hubunngan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan
koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan
posisi terhadap masalah yang dialami.
Ada
4 macam koping jenis tindakan langsung :
a.
Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Individu
melakukan langkah aktif dan antisipatif (bereaksi) untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada keadaan
yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut. Misalnya,
dalam rangka menghadapi ujian, Tono lalu mempersiapkan diri dengan mulai
belajar sedikit demi sedikit tiap-tiap mata kuliah yang diambilnya, sebulan
sebelum ujian dimulai. Ini dia lakukan supaya prestasinya baik disbanding
dengan semester sebelumnya, karena dia hanya mempersiapkan diri menjelang ujian
saja. Contoh dari koping jenis ini lainnya adalah imunisasi. Imunisasi
merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka menjadi
lebih kebal terhadap kemungkinan mengalami penyakit tertentu.
b.
Agresi
Agresi
adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai
mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa atau menilai
dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut.
Misalnya, tindakan penggusuran yang dilakuakan oleh pemerintah Jakarta terhadap
penduduk yang berada dipemukiman kumuh. Tindakan tersebut bias dilakukan karena
pemerintah memilki kekuasaan yang lebih besar disbanding dengan penduduk
setempat yang digusur.
Agresi
juga sering dikatakan sebagai kemarahan yang meluap-luap, dan orang yang
melalakukan serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar. Karena orang
selalu gagal dalam usahanya, reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan dan
luapan emosi kemarahan dan luapan emosi kemarahan yang meledak-meledak.
Kadang-kadang disertai prilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh
orang.
Agresi
ialah seseperti reaksi terhadap frustasi, berupa seranngan, tingkah laku
bermusuhan terhadap orang atau benda.
Kemarahan-kemarahan
semacam ini pasti menggangu frustasi intelegensi, sehingga harga diri orang
yang bersangkutan jadi merosot disebabkan oleh tingkah lakunya yang agresif
berlebih-lebihan tadi. Seperti tingkah laku yang suka mentolerir orang lain,
berlaku sewenang-wenang dan sadis terhadap pihak-pihak yang lemah, dan
lain-lain.
c.
Penghindaran (Avoidance)
Tindakan
ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya
sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi
yang mengancam. Misalnya, penduduk yang melarikan diri dari rumah-rumah mereka
karena takut akan menjadi korban pada daerah-daerah konflik seperti aceh.
d.
Apati
Jenis
koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara
individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang
melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari
situasi yang mengancam tersebut. Misalnya, pada kerusuhan Mei. Orang-orang Cina
yang menjadi korban umumnya tutup mulut, tidak melawan dan berlaku pasrah
terhadap kejadian biadab yang menimpa mereka. Pola apati terjadi bila tindakan
baik tindakan mempersiapkan diri menghadapi luka, agresi maupun advoidance
sudah tidak memungkinkan lagi dan situasinya terjadi berulang-ulang. Dalam
kasus diatas, orang-orang cina sering kali dan berulangkali menjadi korban
ketika terjadi kerusuhan sehingga menimbilkan reaksi apati dikalangan mereka.
2.
Peredaan atau peringatan (palliation)
Jenis
koping ini mengacu pada mengurangi, menghilangkan dan menoleransi
tekanan-tekanan ketubuhan atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dan tekanan
emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Atau bisa diartikan
bahwa bila individu menggunakan koping jenis ini, posisinya dengan masalah
relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara
merubah persepsi atau reaksi emosinya.
Ada
2 jenis koping peredaan atau palliation:
a.
Diarahkan pada gejala (Symptom Directid Modes)
Macam
koping ini digunakan bila gangguan muncul dari diri individu, kemudian individu
melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan
emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut. Penggunaan
obat-obatan terlarang, narkotika, merokok, alcohol merupakan bentuk koping
dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak selamanya cara ini bersifat
negative. Melakukan relaksasi, meditasi atau berdoa untuk mengatasi ketegangan
juga tergolong kedalam symptom directed modes tetapt bersifat positif.
b.
Cara intra psikis
Koping
jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan
perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah
Defense Mechanism (mekanisme pertahanan diri).
Disebut
sebagai defence mechanism atau mekanisme pembelaan diri, karena individu yang
bersangkutan selalu mencoba mengelak dan membela diri dari kelemahan atau
kekerdilan sendiri dan mencoba mempertahankan harga dirinya: yaitu dengan jalan
mengemukakan bermacam-macam dalih atau alasan.
B.
Jenis – jenis koping yang konstruktif dan positif.
Jenis-jenis
koping yang konstruktif atau positif (sehat) Harmer dan Ruyon (1984)
menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu:
1.
Penalaran (reasoning)
Yaitu
penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif
pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap
paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi
yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat
alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling
menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang
diperoleh paling besar.
2.
Objektifitas
Yaitu
kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam
pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan
untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan
dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis
objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk
mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang
tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu
kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang
dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang
sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu
berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah
dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin
kabur dan tidak terarah.
4.
Penegasan diri (self assertion)
Individu
berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara
mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi
dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif
tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan,
dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran
dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas
mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5.
Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan
diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara
objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap
tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan
pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri
mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu
kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang
mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang
dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan
pengamatan diri.
Pertemuan
3
Penyesuaian
Diri dan Pertumbuhan Personal
A. Penyesuaian
Diri dan Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri merupakan suatu proses dinamik yang hampir selalu membutuhkan perubahan
dan adaptasi, dan dengan demikian semakin tetap dan tidak merubah respon -
respon itu, maka semakin sulit juga menangani tuntutan-tuntutan yang berubah.
Kenyataan ini menjelaskan pengaruh-pengaruh yang menghancurkan kepribadian
seseorang. Orang yang mengalami depresi karena sering kali merasa sulit
menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku yang di perlukan.
Penyesuaian
diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment ataupersonal
adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri
sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian
diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi
ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik,
fisiologis, atau biologis.
Penyesuaian diri yang dilakukan oleh seseorang
akan berdampak juga pada pertumbuhan personalnya. Jika seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan sekitarnya apalagi di lingkungan
baru, maka pertumbuhan personalnya juga akan mengalami peningkatan. Sekarang,
apa itu pertumbuhan personal? Pertumbuhan adalah proses yang mencakup
pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan kedalaman. Prof. Gessel
mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah proses yang terus-menerus.
Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan yang terjadi sebelumnya.
Adaptasi
berbeda dengan penyesuaian diri, Adaptasi itu artinya adalah
individu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, contohnya adalah apabila
seorang individu merasa udara disekitar nya dingin maka individu itu segera
memakai pakaian yang tebal dan meminum atau memakan makanan yang hangat-hangat.
Lalu apabila Penyesuaian itu sebagai mengubah lingkungan agar lebih
sesuai dengan diri individu., contohnya apabila individu merasa kedinginan
secara otomatis individu itu menyalakan api atau penghangat ruangan untuk
menghangatkan badannya.
Namun
Penyesuaian diri disini adalah meliputi penyesuaian diri baik dalam adaptation
dan adjusment. artinya individu mampu menyesuaikan diri dengan baik, secara
normal dan ideal nya mampu menggunakan kedua mekanisme penyesuaian diri
tersebut secara fleksibel tergantung pada suasana dan situasinya. Apabila
individu itu hanya dapat menggunakan salah satu dari kedua mekanisme tersebut
berarti individu itu di anggap kaku dan dominan.
Ada
beberapa ciri penyesuaian diri yang efektif, seperti :
·
Memiliki
Persepsi yang Akurat terhadap Realita
·
Memiliki
Kemampuan untuk Beradaptasi dengan Tekanan atau Stres dan juga Kecemasan
·
Mempunyai
Gambaran Diri yang Positif tentang dirinya
·
Memiliki
Kemampuan untuk Mengekspresikan Perasaannya
·
Mempunyai
kemapuan Relasi Interpersonal yang baik
·
Individu
yang memiliki serta memenuhi ciri-ciri tersebut dapat digolongkan sebagai
individu yang memiliki kesehatan mental yang positif.
Aspek-aspek
Penyesuaian Diri
Pada
dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan
sebagai berikut :
1. Penyesuaian
Pribadi
Penyesuaian
pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendirisehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia
menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya
dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan
penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari
kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada
kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan
atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa
kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan
penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan
dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara
individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang
menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan
kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian
Sosial
Setiap
iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat
proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses
tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah
aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang
ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup
dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup
hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah,
teman atau masyarakat luas secara umum.
Dalam
hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi
komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang
ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau
karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau dipelajari
individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk
menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai
penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus
dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi
norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan.
Setiap
masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan
norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan
kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan
dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga
menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah
laku kelompok. Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan
individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan
diri.
Pertumbuhan
kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti
pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah
yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha
mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap
beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak
dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Banyak
faktor yang mempegaruhi penyesuaian diri, ada dari faktor lingkungan keluarga
dan lingkungan teman sebaya.
a).
Lingkungan Keluarga
Lingkungan
keluarga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang
dipelajari dalam berbagai hal seperti melalu bermain, sandiwara, interaksi
dengan anggota keluarga, dan pengalaman-pengalaman didalam keluarga. Oleh sebab
itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak
dimengerti. Keluarga juga merupakan wadah pembentukan karakter individu,
penyesuaian diri juga termasuk di dalamnya.
b)
Lingkungan Teman Sebaya
Sama
seperti lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya juga merupakan lingkungan
yang sangat menentukan individu dalam melakukan dan mengembangkan penyesuaian
diri. Bila seorang anak dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan teman bermainnya, itu merupakan salah satu alasan bahwa sebenarnya
kesehatan mental individu tersebut baik dan sehat.
B. Pengertian
Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan
adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang
normal. Proff Gessel mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung
secara terus-menerus.
Proses
Pertumbuhan Individu secara fisik
Dari
bayi hingga tua kita sebagai manusia normal mengalami pertumbuhan secara terus
menerus. Penyesuaian diri dengan lingkungan nya pun terus berkembang.
Variasi
dalam Pertumbuhan
Dalam
variasi pertumbuhan memang sangat beragam. Tidak semua individu berhasil dalam
melakukan penyesuaian diri berdasarkan tingkatan usia, pertumbuhan fisik,
maupun sosial nya. Mengapa? karena terkadang terdapat rintangan-rintangan yang
menyebabkan ketidakberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian, baik
rintangan itu dari dalam diri atau dari luar diri.
Kondisi-Kondisi
untuk Bertumbuh
Kondisi
jasmani seperti pembawa atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai
disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan
erat dengan susunan atau konstitusi tubuh, kondisi jasmani dan kondisi
pertumbuhan fisik memang sangat mempengaruhi bagaimana individu dapat menyesuaikan
diri nya.
Carl
Roger (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam
suatu hubungan :
1. Keikhlasan
kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
2. Menghormati
keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan
3. Keinginan
yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
Faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan personal :
1. Faktor
biologis
Karakteristik
anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis
yang sangat kental.
2. Faktor
geografis
Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan
menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
3. Faktor
budaya
Tidak
di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang,
tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki
kepribadian yang sama juga.
Selain
itu, ada satu hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri
dan pertumbuhan personal adalah komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang
baik maka penyesuaian diri dan pertumbuhan personal seseorang juga akan
berjalan baik.
HUBUNGAN
INTERPERSONAL
Komunikasi
yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, kegagalan
komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di
antara komunikasi menjadi rusak. “ komunikasi interpersonal yang efektif
meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling
penting,” tulis Anita Taylor et al.(1977:187). “Banyak penyebab dari rintangan
komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara komunikan.
Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, paling cermat tidak dapat
menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.”Pandangan bahwa
komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan
Bateson (1951) pada tahun 1950-an.
Gagasan
ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan
Jackson(1967) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. psikolog
pun mulai menaruh minat yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak
pada tulisan Fordon W.Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber (1957),
Carl Rogers (1951). Semua mewakili mazhab psikologi humanistic. Belakangan
Arnold P.Goldstein (1975) mengembangkan apa yang disebut sebagai
“relationship-enchancement methods” (metode peningkatan hubungan) dalam
psikoterapi.
Lame
rumuskan metode ini tiga prinsip : makin baik hubungan interpersonal, (1) makin
terbuka pasien mengungkapkan perasaannya, (2) makin cenderung ia meneliti
perasaannya secara mendalam beserta penolongnya (psikolog), dan (3) makin
cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang
diberikan penolongnya.
A. Model-model
hubungan interpersonal
Ada
4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
Model
pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
Model
peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
Model
permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
Model
Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B. Memulai
hubungan
Adapun
tahap-tahap dalam hubungan interpersonal yakni meliputi :
1. Pembentukan.
Tahap
ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan
hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang
permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi
dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya
identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan,
mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang
dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan
keluarga dan sebagainya.
Menurut
Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada
tujuh kategori, yaitu:
informasi
demografis
sikap
dan pendapat (tentang orang atau objek).
rencana
yang akan datang.
kepribadian.
perilaku
pada masa lalu.
orang
lain serta,
hobi
dan minat.
2. Peneguhan
Hubungan.
Hubungan
interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara
dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan
ini, yaitu:
Keakraban
(pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator).
Kontrol
(kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan
siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
Respon
yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai
komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu
memberikan feedback yang tepat).
Nada
emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
C.
Intimasi dan hubungan pribadi
Pendapat
beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
Shadily
dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang
didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian
seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
Levinger
& Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang
berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu.
Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang
berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi
lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
Atwater
(1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat
informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan
yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling
berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini
membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang
dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam
suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan
intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan
atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan
maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan
langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan
kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan
tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang
harmonis dan langgeng.
Komunikasi
yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi
modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget
apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu
terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu
akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah
menginginkan hal berikut.
D.
Intimasi dan pertumbuhan
Apapun
alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah
cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti
proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan
setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
·
kita
tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
·
kita
tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
·
kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia.
·
kita
dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
·
kita
memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus .
CINTA
DAN PERKAWINAN
A. Bagaiamana
memilih pasangan
Jika
kita ditanya orang lain, ingin kriteria seperti apa untuk pasangan hidup kita
kelak? pasti beragam jawabnya.. ada yang ingin suami cakep atau istri yang
cantik, ada yang ingin punya suami kaya raya atau setidaknya mertua yang kaya
raya, atau pasangan hidup yang sholeh dan sholikhah... banyak sekali
pilihannya...
Lantas
bagaimana jika kita tidak bisa milih sendiri alias dijodohkan.. mungkin ada
yang pasrah seperti cerita Siti Nurbaya, ada yang biasa aja, ada yang berontak
membikin acara minggat dari rumah, bahkan yang paling parah nih sampai niat
bunuh diri. Nah saya akan memberikan beberapa tips memilih pasangan hidup. (ini berdasarkan pengalaman
penulis) Pada dasarnya memilih pasangan hidup itu berdasarkan tiga kriteria
dasar yaitu :
COCOK
JADI ANAK DARI ORANG TUA KITA
Terus
terang bagi saya itu orang tua adalah yang paling utama, makanya saya tempatkan
kriteria ini di nomer pertama. Kita semua pasti ingin donk pasangan hidup kita
bisa akur dengan orang tua kita.
Memang
terkadang orang tua terkesan 'cerewet' dalam menilai calon pasangan kita.. yang
harus inilah.. yang harus itulah.. tp jangan berburuk sangka dulu. berpikir
positiflah dahulu bahwa itu adalah bentuk kekhawatiran orang tua kita terhadap
kehidupan kita kelak. Mulailah pelajari apa aja keinginan orang tua sebenarnya
dan komunikasi yang baik adalah caranya. Diskusi sambil minum teh atau pada
saat relaks nonton TV bareng. Saya rasa orang tua sendiri juga sudah bisa
menyadari bahwa tidak semua kriteria yang ditetapkannya itu bisa kita
penuhi, jadi anda jangan langsung menjawab dengan nada protes jika ada
kriteria dari orang tua yang tidak anda sukai. Santai aja teman...
Ibaratnya
anda tidak akan bisa langsung menghentikan laju jalan orang yang berbadan jauh
lebih tinggi dan besar dengan cara menghadangnya langsung tanpa melukai diri
sendiri. Iringi dia jalan, ajak bicara dan rangkul dia sambil perlahan-lahan
belokan atau hentikan jalannya.
COCOK
JADI AYAH / IBU DARI ANAK-ANAK KITA KELAK
Ini
adalah kriteria kedua yang saya tetapkan. Nggak mau donk anak-anak kita
terlantar gara-gara suami / istri kita nggak perhatian dengan anak kita. Orang
tua harus perhatian kepada anak entah itu masalah pendidikannya (baik
pendidikan agama ataupun formal), kesehatannya, keperluannya, dan lain2. karena
itu adalah salah satu cara membentuk pribadi anak kita.
COCOK
JADI SUAMI / ISTRI KITA
Ini adalah kriteria yang terakhir.
Saya menempatkannya di posisi terakhir bukan berarti saya harus mengalah dan
menomor kesekiankan keinginan pribadi saya. Saya juga mau punya istri yang
cantik, seksi, pinter masak, atau apalah kriteria-kriteria menarik lainnya.
saya menempatkan di posisi terakhir itu karena kriteria ini lebih mudah dicari
daripada 2 kriteria diatas. Banyak kok di dunia ini cowok yang ganteng dan
gagah atau cewek yang cantik dan seksi... tinggal pilih aja ( masalahnya cuma
satu, mereka mau nggak dengan kita hahaha )
Itulah penjelasan ketiga kriteria
yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam
masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan
harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus
bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti
mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang
justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa
saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa
datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata
memang seperti itu.
Berbicara tentang memulai hubungan
dengan tanpa rasa cinta, saya ingin menyarankan kepada teman-teman yang
dijodohkan oleh orang tuanya untuk tidak langsung bilang 'TIDAK' terlebih
dahulu. Alangkah baiknya anda kenal dulu 'jodoh' yang diberikan oleh orang tua
anda. Memang sih ini bukan jamannya Siti Nurbaya, tapi apakah anda yakin bahwa
'jodoh' pilihan anda sendiri itu lebih baik dari 'jodoh' yang dikenalkan oleh
orang tua anda?? Mungkin anda bisa belajar dari orang-orang sekitar anda. Teman
saya sendiri dijodohkan dan usia perkawinannya sekarang 7 tahun, juga tidak ada
masalah yang berarti.
Saya tidak menyarankan bahwa memulai
hubungan harus tanpa rasa cinta karena bagaimanapun rasa cinta itu adalah
sebuah anugerah yang indah yang diberikan oleh Allah SWT. Memulai hubungan
dengan rasa cinta itu sangatlah baik, tapi jika tidak memungkinkan seperti itu
bukan berarti dunia mau runtuh kan....
B.
Seluk-beluk hubungan dalam perkawinan
Pada
umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan
perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang
berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas
toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan,
sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
Masalah
diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
·
Kesulitan
ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
·
Perbedaan
watak.
·
Temperamen
dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
·
Ketidakpuasan
dalam hubungan seks.
·
Kejenuhan
rutinitas.
·
Hubungan
antara keluarga besar yang kurang baik.
·
Adanya
istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
·
Masalah
harta warisan.
·
Menurunnya
perhatian kedua belah pihak.
·
Domonasi
dan intervensi orang tua atau mertua.
·
Kesalahpahaman
antara kedua belah pihak.
Dari
salah satu masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan
menjadi tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan
masalah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman
itulah yang terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan
pasangannya yang kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari
dengan keadaan seperti itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi
problem apapun. Komunikasi yang intern dan baik akan melahirkan saling
keterbukaan dan suasana keluarga yang nyaman.
Allah
juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik. Suami dan
istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan selesai dengan
sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang. Namun
kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring
berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin
jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi
harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan
berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang, berkurang
pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya ketidakpedulian
menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tidak sehat
ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan cara yang efektif
untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat menimbulkan
perceraian.
C.
Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat.
Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu
ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti
ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang
bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan
ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga
kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D.
Perceraian dan pernikahan kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk
mengambil keputusan.
Apa
yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak
faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari
menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai
manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi
terhadap hal-hal yang baru.
Jadi,
semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan
kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi
pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan,
semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia.
Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau
sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal
yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi
dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang.
Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan
bersama. Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang
beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati.
Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan
masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Single Life
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan?? Ada banyak
alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup,
kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang
cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan.
Itulah
sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir
lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah
menikah.
Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara,
perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan
memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil
keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri. Banyak yang mengatakan
seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat
pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah
untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan
seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah
akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang
pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan
dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas
untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan
dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika
diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun
datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang
dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana
dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali,
pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila
saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar.
Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak
tidak berat jodoh.
Tidak
dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah,
memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang
seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa
jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah
alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati. Kehidupan melajang bukanlah sebuah
hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan
pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam
suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus
modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi
yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup
sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar