Senin, 23 Desember 2013

Self Management

Setiap orang  memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda, itu dikarena setiap orang mempunyai pemikiran yang berbeda serta keinginan yang berbeda dalam hidupnya. Nah, disini saya akan membahas apa yang dimaksud dengan manajemen diri sendiri? Manajemen diri sendiri adalah bagaimana cara kita mengatur serta mengelola diri kita sendiri agar dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam manajemen diri sendiri. Seperti: memiliki sikap disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, memiliki motivasi yang tinggi dalam hidupnya, dan mempunyai planning untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
Ada beberapa prinsip yang sebaiknya Anda pertimbangkan dalam manajemen waktu sehingga Anda bisa bekerja efektif:
1. Menyusun Rencana
Ada ungkapan yang mengatakan ”If you fail to plan, you plan to fail”. Apabila Anda menjalani hari Anda tanpa ada gambaran apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, Anda akan menghabiskan sebagian besar waktu Anda bertanya ”Apa yang harus saya kerjakan sekarang ya?”. Rencana memberikan peta apa yang ada dihadapan Anda hari itu. Alokasikan sedikit waktu untuk menyusun rencana sehingga Anda bisa mengelompokkan tugas-tugas yang sesuai dan memberikan prioritas serta waktu pengerjaannya.
Susunlah rencana di pagi hari atau hari sebelumnya. Anda bisa mulai dari catatan kecil saja atau bahkan menyusunnya di kepala untuk sekedar memberikan sinyal kepada otak mengenai apa yang harus Anda selesaikan hari itu.
Gunakan strategi yang cerdas dalam menyusun rencana. Kapan biasanya Anda merasa energi Anda tinggi, baik mental maupun fisik? Buat saya biasanya waktu antara jam 10:00 sampai 12:00 adalah saat dimana saya sedang ”on fire”. Disaat itu saya manfaatkan untuk memulai atau menyelesaikan tugas-tugas dengan prioritas tinggi. Waktu yang tersisa biasanya saya gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dengan prioritas lebih rendah.
Rencana tidak bersifat kaku dan selalu terbuka untuk adjustment kapanpun. Jangan lupa untuk menyisipkan waktu untuk istirahat. Pada prinsipnya, Anda melakukan manajemen diri untuk Anda sendiri. Belajar mengelola waktu adalah latihan yang bagus untuk disiplin diri.

2. Fokus
Seringkali dalam bekerja kita membiarkan diri kita larut dalam beberapa pekerjaan sekaligus, istilahnya multi-tasking. Mungkin Anda mencoba menyenangkan boss Anda dengan mengiyakan semua permintaannya, tapi tanpa Anda sadari sebenarnya Anda justru membebani diri Anda dengan stress dan belum tentu juga apa yang Anda kerjaan akan berkualitas bagus.
Mengerjakan dua hal pada saat bersamaan bukan saja membagi perhatian Anda tetapi juga membuat Anda kurang fokus yang akibatnya butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Fokus dalam bekerja membuat kita lebih produktif dan mengurangi beban stress. Buat skala prioritas apabila Anda harus menyelesaikan beberapa pekerjaan dalam kurun waktu yang bersamaan.

3. Hindari Interupsi
Dua hal dalam dunia kerja sekarang ini yang menjadi sering menjadi sumber interupsi adalah: telepon dan email. Tentu saja interupsi ini tidak bisa dihindari tetapi gunakan keahlian Anda dalam manajemen diri untuk menanganinya:
Jawab telepon dari orang-orang yang berkepentingan saja pada saat Anda sedang fokus bekerja. Apabila Anda harus terpaksa menjawab, usahakan waktunya seminimal mungkin. Anda bisa menelepon balik ketika Anda sudah agak bebas.
Cek email disaat-saat tertentu saja. Okay, ini tentunya sangat berat. Anda bisa coba. Apabila tidak mungkin, usahakan untuk tidak menjawab semua email tiap kali itu datang. Jawablah email yang berkaitan dengan pekerjaan Anda saat itu dan hindari multi-tasking.
Manajemen diri erat kaitannya dengan bagaimana Anda mengatur waktu Anda sehari-hari. Jangan biarkan faktor-faktor eksternal mengganggu produktifitas Anda. Apabila Anda produktif bukan hanya Anda sendiri yang senang tapi juga boss Anda. Hidup Anda lebih mudah dan stress pun berkurang...
Manajemen diri sendiri juga sering dilihat dari orang yang mampu untuk mengurus dirinya sendiri, yakni mampu mengurus wilayah diri yang cenderung bermasalah. dan salah satu yang paling biasa dan sering bermasalah dalam diri kita sendiri adalah “Hati”. Dapat menciptakan hati yang tenang memang tidak gampang, diperlukan kecerdasan didalam diri itu sendiri.
Memanajemen diri sendiri memang tidak gampang, diperlukan keteguhan hati yang besar dalam menjalankannya. Mungkin selama ini kita selalu diperhatikan, diatur, dan selalu diberi perintah oleh orang tua kita sendiri. Tetapi setelah beranjak dewasa itu semua bukan lagi tanggungjawab orang tua, melainkan diri kita sendiri. untuk itu mulailah dari sekarang untuk belajar memanajemen diri sendiri.
Karena Kesuksesan dapat dilihat dari kesuksesan seseorang dalam memanaj dirinya sendiri. setelah dapat memanaj dirinya sendiri maka orang tersebut akan dapat memimpin dan menggerakan agar tujuan yang telah direncanakan dimulai dari sekarang.
Semua itu berawal dari diri kita sendiri.
 

Sumber :
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Wahjosumidjo. 1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wexley, Kenneth N, dkk.1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rneka Cipta.
Sastrodiningrat.1999. Kapita Selekta Manajemen dan Kepemimpinan.Yogyakarta: IND-HILL-CO.
Uno, Amzah B. 2008. Teori Motivasi & Pengukurannya Kajian & Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Vroom, VH dan Yetton, PW (1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Pittsburg: University of Pittsburg
Munandar, Ashar Sunyoto . 2001 , Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta. Universitas Indonesia
Manulang,M.2012.DASAR-DASAR MANAJEMEN.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Mukhyi,Abdul M & Saputro,Imam,Hadi.1995.PENGANTAR MANAJEMEN UMUM.Jakarta:Gunadarma University.
http://religiouscounsellingstain.blogspot.com/2013/04/konsep-motivasi-dalam-psikologi.html
http://butuhjilbab.wordpress.com/2013/04/17/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli-definisi-fungsi-jenis-sifat-teori-ciri/
http://atpsikologi.blogspot.com/2009/10/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli.html
http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/


MOTIVASI



1. Definisi Motivasi
Istilah motivasi berasal dari bahsa latin movere yang berarti bergerak. Dalam konteks sekarang, motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu intensitas dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan.

Berikut ini adalah pengertian motivasi menurut para ahli :

·         Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untukmencapai tujuan (Hamalik, 1992:173).

·         Menurut Mitchell motivasi adalah proses-proses psikological, yang menyebabkan timbulnya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.

·         McDonald, memilih pengertian motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merpakan masalh kompleks dalam organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah perubahan energi yang ditandai oleh dorongan efektif yang menyebabkan timbulnya, diarahkannnya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang di arahkan untuk mencapai tujuan.


2.  Teori motivasi
a.  Teori Drive Reinfircement
Teori drive bisa di uraikan sebagai teori-teori dorongan motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam siri seseorang atau binatang. Contohnya freud (1940) berdasarkan ide-idenhya tentang kepribdian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agersif. Secara umum teori drive mengatakan halberikut ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perillaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.

Pada manusia dapat mencapain tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapt menyenangkan dan memuaskan, jadinya motivasi dapat dikatakan terdiri dari :

·         Suatu perilaku keadaan yang mendorong

·         Perilaku yang mengarah ke tujuan yang dipahami oleh keadaan terdorong

·         Pencapaian tujuan yang memadai

·         Pengurangan dan kepuasan subjektif dan ketegaan ke tingkat tujuan yang tercapai

Setelah keadaan itu terdorong akan muncul perilaku ke arah tujuan yang sesui. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan sering kali disebut lingkaran korelasi.

Conroh: Sebuah hpermarket menjanjikan akan menaikan jabatan dari SPG menjadi admin jika SPG dapat mencapai target atau melebihi target, lalu ada seorang SPG pada awalnya mendapat posisis sebgai SPG, tetapi sekrang menduduki jabatan sebagai admin untuk sebuah produk yang dikerjakan, karena semasa ia menjadi SPG, ia berhasil memenuhi target yang harus dicapai bahkan mungkin melebihi target. Maka dari itu sebgai atau Reinforcement ia naik jabatan.

b.  Teori Harapan
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “ Work And Mtivation” mengetengahkan suatu teori yang disebut sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diingakannya itu. artinya, apabila seseorang sangat mengingikan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesutau itu cukup besar, yang bersangkutan akan terdoorong untuk memperoleh hal yang diingikannya itu. Sebaliknya, jika harapn memperoleh hal yang diingikannya itu tipis, motivasinya untuk berupa akan menjadi rendah.

Contoh: Inplikasi dari kasus diatas, SPG tersebut akan melakukan usaha yang lebih besar lagi karena adanya harapan akan naik jabatan jika dia berusaha dengan keras dan naik jabatan itu merupakan nilai dari yang ia kerjakan.

Teori harapan ini didasarkan atas :
v  Harapan (Expectancy), dalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku. Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak diinginkan sampai dengan nilai positif). Harapn negatif menunjukan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sebagai akinat dari tindakan tertentu, abhkan hasilnya bisa lebih buruk. Sedangkan harapan positif menunjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai konsekuensi dari suatu tindakan atau perilaku.
v  Nilai (Valence), adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan prefensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang individu, perilaku tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif jika tidak dipilih.
v  Pertautan (Instrumrntality), yaitu keinginan besarnya kemungkian bila bekerja secara efektifitas, apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkannnya indeks yang merupakan tolak ukur berapa besarnya perusahaan akan memberikan penghargaan atas hasil usahnya untuk pemuasan kebutuhannnnya.

c. Teori Tujuan
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan secara sadar.menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dapt diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi dari pada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusu dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatan nya bagi organisasi.

Penetapan tujuan juda dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang diinginkan dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda. Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai suatu kebijakan perusahan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia tetapkan. Bla sorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif. Pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencpai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

Contoh: Seorang karyawan berniat untuk membuka usaha,sebelumnya ia tela bekerja untuk mendapatkan gaji yang ditabung untuk dijadikan modal usaha, setelah modal itu terkumpul ia mulai membuka usahanya tersebut.


d. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow telah membuat teori hirarki kebutuhan, semua kebutuhan dasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluru pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar. Orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah mewariss. Jika lingkungan tidak “benar” mereka tidak akan tumbuh tinggi, lurus dan indah.

Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebuuhan dasara diluar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingakt yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan utnuk memehami dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya. Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut :

v  Kebutuhan Fisiologi
Ini adalah kebutuhan biologis, mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologi yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.

v  Kebutuhan keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologi puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan laut). Anak-anak sering menampilkan tanda-tnda tidak aman dam perlu aman.

v  Kebutuhan cinta, sayang dan kepemilikan.
ketika kebutuhan untuk keselamtan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan meneriman cinta, kasih sayang dan emberikan rasa memiliki.

v  Kebutuhan estem
Ketika tiga kelas pertama  kebutuhan dipenuhi, kebtuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untu seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Menusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustsi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.

v  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebtuhan diatas terpenuhi, maslow menggambarkan aktualisasi diri sebgai orang perlu untuk menjadi dan melkukan apa yang orang itu lakukan. “ seorang musisi harus bermusik, seniman melukis, dan penyair meniulis”. Kebutuhan ini membuat diri mereka  merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu gelisah. Jika seorang lapar, tidak aman. Tidak dicintai atau diterima sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang, hal ini todak selau jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan aktualisasi diri.

Contoh: Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, kebuthan keamanan dan kebutuhan cinta, sayang dan kepemilikiakan seperti gaji membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang dicapai, seperti merasa aman dan nyaman lalu dengan perusahaan yang disana ia memiliki karirnya, hingga kebutuhan sel esteem yang dalam arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabtan atau dipromoikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti seminar-seminar yang mebangun jiwa kepemimpinannya, hingaa ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.

Sumber :
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Wahjosumidjo. 1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wexley, Kenneth N, dkk.1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rneka Cipta.
Sastrodiningrat.1999. Kapita Selekta Manajemen dan Kepemimpinan.Yogyakarta: IND-HILL-CO.
Uno, Amzah B. 2008. Teori Motivasi & Pengukurannya Kajian & Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Vroom, VH dan Yetton, PW (1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Pittsburg: University of Pittsburg
Munandar, Ashar Sunyoto . 2001 , Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta. Universitas Indonesia
Manulang,M.2012.DASAR-DASAR MANAJEMEN.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Mukhyi,Abdul M & Saputro,Imam,Hadi.1995.PENGANTAR MANAJEMEN UMUM.Jakarta:Gunadarma University.
http://religiouscounsellingstain.blogspot.com/2013/04/konsep-motivasi-dalam-psikologi.html
http://butuhjilbab.wordpress.com/2013/04/17/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli-definisi-fungsi-jenis-sifat-teori-ciri/
http://atpsikologi.blogspot.com/2009/10/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli.html
http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/


Teori-Teori Leadership



     1.      Definisi Leadership
          
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari : 
  Ø  Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. 
  Ø  Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. 
  Ø  Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. 
  Ø  Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. 
 Ã˜Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.

Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
 
    2.      Teori kepemimpinan partisipatif.
     a.      Teori X dan Teori Y (DOUGLAS MC GREGOR)
Prof. Douglas Mc Gregor menyatakan bahwa jenis organisasi birokrasi yang dirumuskan oleh para teoritis klasik mencerminkan pandangan yang sangat naif terhadap manusia, yang ia beri nama teori X. Sehubungan dengan adanya orang yang memilki sifat buruk ditumbuhkan teori X dan sehubungan dengan adanya orang yang memilki sifat baik ditumbuhkan/ diciptakan teori Y.
 Kemudian Mc Gregor mengusulkan suatu pandangan yang sama sekali berbeda mengenai sifat manusia, yang ia namakan Teori Y. Teori ini beranggapan bahwa bekerja merupakan kegiatan yang alami atau rekreasi.
Teori X dan Y yang dikemukakan oleh Mc Gregor sering disebut teori kepemimpinan mekanisme dan teori kepemimpinan humanistis. Berdasarkan teori tersebut ada dua macam asumsi pendekatan terhadap manusia.
Secara garis besar kedua teori tersebut memandang manusia sebagai berikut:
Teori X (Tradisional)
Teori Y (Potensial)
Manusia pada dasarnya malas. Mereka memilih untuk tidak mau mengerjakan apa-apa
Manusia pada dasarnya aktif. Mereka merumuskan tujuan dan mengejar cita-cita.
Manusia bekerja untuk uang dan mengejar status.
Manusia mengejar kepuasan dalam kerja, bangga mencapai prestasi, terangsang tantangan baru dan lain-lain.
Agar manusia produktif harus ditakuti untuk dipecat atau dihukum.
Agar manusia produktif, mereka dirangsang untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan tujuan organisasi.
Manusia adalah anak-anak yang tumbuh besar. Mereka tergantung pada pimpinan.
Manusia biasanya dewasa dalam pemikiran, punya tanggung jawab, dan kemampuan untuk memenuhi diri sendiri dan berdiri sendiri.
Orang mengharapkan dan tergantung. Pada atasan, mereka tidak mau berpikir untuk diri mereka sendiri.
Orang melihat dan merasa bahwa yang dibutuhkan dapat dicapainya sendiri.
Orang perlu diperintah, ditunjukkan dan dilatih dengan metoda yang tepat.
Orang yang mengerti dan paham tentang yang dikerjakan dapat meningkatkan dan memperbaiki metoda kerja mereka sendiri.
Orang perlu pengawasan ketat untuk bekerja baik dan menjauhkan kesalahan.
Orang perlu pengakuan bahwa mereka dihargai sebab tahu tanggung jawab dan bisa mengoreksi diri.
Orang hanya berminat terhadap kebutuhan sendiri.
Orang ingin memberi arti pada hidupnya dengan mengabdi pada masyarakat negara dan bangsa.
Orang perlu instruksi khusus tentang yang harus dikerjakan.
Orang ingin meningkatkan pengertian terhadap yang dilakukan dan lingkungannya.
Orang senang diperlakukan dengan hormat
Orang menghargai terhadap sesamanya.
Orang pada hakikatnya terkotak-kotak.
Orang pada hakikatnya terintegrasi antara bekerja dan mengisi waktu senggang (terluang).
Orang sulit berubah, mereka memilih tinggal pada situasi lama.
Orang pada hakikatnya jemu pada hal-hal yang monotone dan rutin. Mereka ingin menikmati pengalaman baru. Pada hakekatnya orang itu kreatif.
Kerja adalah primer dan harus dikerjakan. Orang dipilih dan dilatih untuk bekerja. Manusia harus mengabdi pekerjaan.
Orang ingin merealisasikan cita-citanya. Kerja harus dipolakan, diubah dan diabadikan untuk manusia.
Orang terbentuk karena keturunan. Setelah dewasa mereka merasa statis.
Orang selalu tumbuh dan berkembang. Tak pernah terlambat untuk belajar. Mereka menikmati pertambahan pengertian dan kesanggupan.
Orang perlu diilhami, didorong, atau ditarik untuk maju.
Orang perlu diberi kebebasan, diberikan semangat, diajak dan dibantu untuk maju.

Tipe manusia golongan X ini, melahirkan kepemimpinan otoriter (Authoriter Management), melaksanakan kepemimpinan otoriternya dengan dalih karena adanya bukti absensi yang meningkat, banyak kelambatan masuk kerja, mutu hasil kerja kurang baik dan tidak memuaskan, sikap kurang acuh terhadap pekerjaan dan sebagainya. Sedangkan tuntutan upah terus menerus meningkat dan banyak pembangkangan tugas dan kurang disiplin . Dari teori X manusia antara satu diantara unsur dan produksi selain produksi uang, material serta peralatan, yang semuanya harus dikendalikan oleh managemen.
Tipe manusia Y, menciptakan kepemimpinan demokratik yang memperhatikan tata laku (democratic & behavioral management) dan mendorong para pegawai bawahan ke arah pengembangan melalui pendidikan dan latihan pegawai dan berkomunikasi secara bai, menanamkan ukuran untuk kehidupan yang tinggi dan memberi motivasi. Teori Y menanamkan bahwa pekerjaan dapat menjadi suatu sumber motivasi bagi karyawan melalui perwujudan tujuan organisasi manajemen. Ada sementara yang beranggapan bahwa Teori Y adalah yang terbaik untuk memimpin bawahan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa Teori X lebih tepat, dan menentang secara tajam terhadap Teori Y.
Tetapi suatu kenyataan bahwa para pemimpin dalam berbagai tingkat organisasi sesuai dengan gaya kepemimpinannya masing di dalam usaha untuk menggerakkan dan memotivasi bawahan mengembangkan kombinasi Teori X dan Teori Y.
Keuntungan Teori X:
- karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi

Kelemahan Teori X:
- Karyawan malas
- berperasaan irrasional
- tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin

Keuntungan Teori Y:
- pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri
- tanggung jawab
- inisiatif tinggi
- pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan

Kelemahan Teori Y:
apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan
    
   b.      Teori Empat Sistem dari Rensis Likert
Dengan mendasarkan pada adanya 2 macam perilaku, kepemimpinan, yaitu perilaku yang berorientasi pada tugas dan perilaku yang berorientasi pada orang, Rensis Likert membagi gaya kepemimpinan menjadi empat system, yaitu:
Sistem 1 : Exploitative Authoritative (Otokritas Pemerasan).
Sistem 2 : Benevolent Authoritative (Otokritas Bijak).
Sistem 3 : Concultative Leadership (Kepemimpinan Konsultasi).
Sistem 4 : Participative Group Leadership (Kepemimpinan Peran serta Kelompok).
Sistem 1 : Otokritas Pemerasan (exploitative atau Authoritative)
Merupakan gaya kepmimpinan yang menunjukkan bahwa segala masalah yang timbul dalam organisasi semata-matadiputuskan oleh pimpinan. Sebagaimana telah diuraikan di muka tentang cirri-ciri kepemimpinan otoriter, gaya otokritas pemerasan ini juga mengandung cirri-ciri wewenang mutlak, tidak ada perlimpahan wewenang, cenderung adanya paksaan, ancaman, hukuman, komunikasi satu arah dari pimpinan ke bawaha, perhatian lebih tinggi pada produksi, yang diutamakan tugas harus terlaksana dengn baik apapun cara yang ditempuh, tidak ada kepercayaan pada bawahan, tidak pernah ada perhatian terhadap gagasan dari bawahan.
Contoh :
·         Manajer menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerja, dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya.
·         Manajer menentukan semua standard bagaimana bawahan melakukan tugas.
·         Manajer memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan.
·         Manajer kurang percaya terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan tidak atau sedikit sekali terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
·         Atasan dan bawahan bekerja dalam suasana yang mencurigai.
Sistem 2 : Otokritas Bijak (Benevolent Authoritative)
Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa sebagian besar masalah yang timbul dalam organisasi semata-mata diputuskan oleh pemimmpin. Sebenarnya gaya system ke 2 ini sama dengan gaya sistem 1, hanya dengan sedikit perbedaan bawahan diberikan kesempatan memberikan komentar terhadap perintah-perintah yang diberikan oleh pimpinan, dan para bawaha telah diberi sedikit kelonggaran untuk melaksanakan tugasnya tetapi masih sangat ditentukan batas-batasnya yang tegas, di samping itu juga harus melaksanakan tugas dengan prosedur ketat yang telah ditetapkan pimpinan, mulai ada kesempatan sedikit mengemukakan gagasan, pimpinan bersikap merendahkan diri pada bawahan, para bawahan berhati-hati jika berhubungan dengan pimpinan. Kadang-kadang sudah ada imbalan, sedikit komunikasi ke atas.
Contoh :
·         Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatnya.
·         Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibilitas dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai prosedur.
·         Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan.
Sistem 3 : Kepemimpinan Konsultasi (consultive)
Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa dalam menetapkan tujuan, memberikan perintah-perintah, dan membuat keputusan setelah berkonsultasi dengan bawahannya. Ada kepercayaan terhadap bawahan, bawahan sudah diberi kesempatan membuat keputusan dalam bidang tugasnya, keputusan-keputusan penting tetap berada di tangan pimpinan, dalam mendorong bawahan untuk bekerja bersungguh-sungguh lebih mengutamakan pemberian imbalan dari pada ancaman dan hukuman, bawahan merasa diberi kebebasan untuk berdiskusi dengan atasannya.
Contoh :
·         Manajer menentukan tujuan, dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan.
·         Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri terhadap bagaimana melaksanakan tigas-tugasnya dalam batas-batas tertentu, sedang beberapa hal tertentu sepenuhnya menjadi keputusan atasan.
·         Penghargaan dan hukuman diberikan dalam rangka memberikan dorongan kepada bawahan.
·         Para bawahan merasa bebas untuk berdiskusi dengan atasan mengenai hal-hal yang bertalian tugas pekerjaannya.
·         Manajer mempunyai kepercayaan dan keyakinan kepada bawahan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
·         Tercipta hubungan dua arah antara atasan dengan bawahan dengan baik.
Sistem 4 : Kepemimpinan Paraserta kelompok (Participative Management)
Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa semua masalah yang timbul dalam organisasi dipecahkan bersama antara pimpinan dan para bawahan. Pimpinan sangat mempercayai bawahan, menghimpun dan menggunakan pendapat bawahan, menciptakan suasana kerja yang saling mendukung, timbul suasana saling menghormati antara pimpinan dan bawahan. Komunikasi berlangsung ke bawah ke atas, serta ke samping, hubungan persahabatan lebih mengutama daripada hubungan atasan bawahan.
Tentang kepemimpinan paraserta kelompok Agarwal mengemukakan bahwa “Likert adalah penganjur kuat dari jenis kepemimpinan ini. Hal itu didasarkan atas 4 asas: (1) Tumpang tindih kondisi kelompok struktur dengan tiap-tiap mata rantai kelompok kerja dengan sisa organisasi melalui garis hubungan: orang merupakan anggota lebih dari satu kelompok; (2) Hubungan pendukung; (3) Pembuatan keputusan kelompok dan metode pengawasan kelompok; serta (4) Prestasi tujuan yang tinggi.
Contoh :
·         Dalam rangka penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan oleh kelompok/bersama.
·         Apabila pemimpin secara formal perlu mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat bersama dari para bawahan.
·         Hubungan kerja sama antara atasan dan bawahan terjadi dalam suasna yang penuh persahabatan dan saling percaya-mempercayai.
·         Motivasi terhadap bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya pengakuan peranan para bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Menurut pendapat Likert sistem 4 merupakan gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk mencapai prestasi tinggi baik dalam produktivitas maupun dalam kepuasan kerja para pegawai. Dengan adanya paraserta dari para bawahan mereka merasa ikut memutuskan berbagai masalah yang timbul. Perasaan memutuskan menimbulkan akibat baik lebih lanjut yaitu mereka ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan yang telah dibuat bersama.
Pendekatan 4 sistem menejemen Likert dikenal juga dengan sebutan kontinum Likert yang berawal dari titik ekstrim otokritas pemerasan diakhiri pada titik ekstrem paraserta kelompok, atau berawal dari titik ekstrem kepemimpinan terpusat pada atasan dan berakhir pada titik ekstrem kepemimpinan terpusat pada bawahan.
The Four System Theory Rensis Likert
Variabel Kepemimpinan
Sistem 1
Sistem 2
Sistem 3
Sistem 4
Kepercayaaan dan penghargaan pada bawahan
Tidak ada kepercayaan dan penghargaan pada bawahan.
Memiliki rasa rendah diri kepercayaan dan penghargaan, seperti tuan terhadap pelayan.
Kuat tetapi tidak lengkap dalam kepercayaan dan penghargaan; masih mengharapkan menguasai control keputusan.
Kepercayaan dan penghargaan lengkap untuk segala hal.
Perasaan kebebasan bawahan
Bawahan sama sekali tidak merasa bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.
Bawahan tidak merasa amat bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.
Bawahan agak merasa bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.
Bawahan merasa bebas sepenuhnya untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.
Atasan mencari keterlibatan dengan bawahan
Jarang mengambil gagasan dan pendapat dari bawahan dalam pemecahan masalah.
Kadang-kadang mengambil gagasan dan pendapat bawahan dalam pemecahan masalah kerja.
Biasanya mengambil gagasan dan pendapat bawahan dan biasanya mencoba membuat berguna dengan memakai gagasan dan pendapat mereka.
Selain meminta bawahan untuk menyampaikan gagasan dan pendapat dan selalu mencoba membuat berguna dengan memakai gagasan dan pendapat mereka.
Dari uraian 4 sistem managemen ini terdapat adanya 2 sistem yang ekstrem yaitu system 1 dan system 4. Perbedaan antara kedua system ekstrem tersebut dikemukakan oleh James A.F.Stoner sebagai berikut:
Ciri
Sistem 1
Sistem 4
Proses kepemimpinan
Kepercayaan dan kerahasiaan atasan bawahan yang rendah. Bawahan tidak merasa bebas untuk mendekati atasan. Atasan tidak melibatkan bawahan dalam pemecahan masalah.
Kepercayaan dan kerahasiaan atasan bawahan yang tinggi. Bawahan mendiskusikan secara bebas pokok-pokok pekerjaan dengan atasan. Pimpinan selalu benar-benar melibatkan bawahan dalam memecahkan masalah.
Proses komunikasi
Aliran informasi terutama ke bawah. Atasan melakukan hal itu secara minimum dan bawahan mencurigainya. Komunikasi ke atas dibatasi dan tidak seksama. Hubungan mendatar dibatasi karena pertentangan dan kecurigaan antar bawahan secar psikologis ada jarak dan saling merasakan secara tidak seksama.
Informasi mengalir dengan bebas dan dengan tepat ke semua arah. Bawahan menerima menerima atau menanyakan dengan tulus komunikasi ke bawah. Atasan dan bawahan secara psikologis merupakan sahabat dan saling merasakan dengan seksama.
Proses saling pengaruh mempengaruhi
Saling pengaruh atasan bawahan yang terbatas ditandai oleh ketakutan dan rasa tidak percaya. Pengaruh yang terbatas oleh bawahan kecuali melalui saluran informal dan perkumpulan pekerja.
Saling pengaruh yang ramah serta luas, kepercayaan yang tinggi, dan kerahasiaan antara atasan dan bawahan. Pengaruh yang tinggi oleh bawahan secara langsung dan melalui perkumpulan pekerja.
Proses pembuatan keputusan
Keputusan dibuat oleh atasan dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang masalah dari tingkat yang lebih rendah atau tanpa melibatkan bawahan.
Keputusan dibuat oleh peran serta kelompok dan biasanya konsensus dengan kesadaran tinggi tentang masalah dari tingkat yang lebih rendah.
Proses penentuan tujuan
Penetapan tujuan dengan perintah dari atasan.
Biasanya penetapan tujuan dengan peran serta kelompok.
Proses kontrol
Perhatian utama untuk pelaksanaan fungsi control dibatasi pada tingkat puncak.
Perhatian untuk pelaksanaan fungsi control dirasakan seluruh organisasi.
Akhirnya Likert mengemukakan kesimpulan bahwa organisasi yang tidak produktif disebabkan adanya kecenderungan pemimpin ke arah perilaku sistem I dan II. Sebaliknya produktivitas tinggi yang dapat dicapai oleh suatu organisasi, banyak ditentukan oleh adanya gaya kepemimpinan yang konsultatif atau partisipatif atau kepemimpinan sistem ke-IV.

    c.       Teori Leadership Continuum dari Tannenbaum and Schmidt
Robert Tannenbaum, Living R. Wischler, Fred Massarik mengemukakan definisi kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah tercapainya suatu tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan.
Model Leadership Continuum merupakan hasil pemikiran Robbert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Seperti dikemukakan dalam perilaku atau disebut juga gaya pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin sampai seberapa jauh hubungannya dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan.
Menurut teori kontinum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
·         Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
·         Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
·         Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
·         Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
·         Pemimpin memberikan problem dan minta saran pemecahannya kepada bawahan (consulting).
·         Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
·         Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasrkan teori kontinum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
·         Berorientasi kepada pemimpin
·         Berorientasi pada bawahan
Dan teori kontinum ini oleh Tannenbaum dan Schmidt dilukiskan dengan model atau gambar sebagai berikut :
Model atau gambar tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:
Semakin bergeser ke kanan, semakin meluas kebebasan bawahan, sehingga semakin nyata bawahan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dan sebaliknya semakin sempit otoritas pemimpin. Jadi perilaku pemimpin berorientasi kepada bawahan atau disebut kepemimpinan yang bergaya demokratis.
Semakin bergeser ke kiri, semakin meluas otoritas pemimpin. Sehingga semakin sempit atau semakin dibatasi kebebasan bawahan di dalam keterlibatan pengambilan keputusan. Jadi, perilaku pemimpin berorientasi kepada pemimpin atau dapat disebut pula kepemimpinan yang bergaya otoriter.

    3.      MODERN CHOICE APPROACH TO PARTICIPATION
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
·         AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada
·         AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
·         CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
·         CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
·         GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973)
· Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
· Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
· Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
· Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
· Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
· Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
· Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
·         Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah
·         Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan
·         Yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara lain : Kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
·         Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik
·         Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan

    4.      Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Misalnya :
·         Minta orang tertentu untuk bekerja dalam kelompok
·         Pindahkan bawahan tertentu ke luar dari unit
·         Sukarela mengarahkan bawahan yang bandel atau sulit diatur
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Misalnya :
·         Jika mungkin, berikan tugas baru atau tidak biasa pada kelompok
·         Bagi tugas menjadi subtugas yang lebih kecil sehingga lebih terstruktur
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Misalnya :
·         Tunjukkan pada bawahan siapa yang berkuasa dengan menerapkan seluruh otoritas yang Anda miliki
·         Pastikan informasi pada kelompok hanya dapat diperoleh melalui anda
·         Biarkan bawahan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan

     5.      Path Goal Theory
Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Menurut teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1.      memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.      meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1. Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a. Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a. Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
a. Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
b. Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
c. Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Sumber :
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Wahjosumidjo. 1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wexley, Kenneth N, dkk.1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rneka Cipta.
Sastrodiningrat.1999. Kapita Selekta Manajemen dan Kepemimpinan.Yogyakarta: IND-HILL-CO.
Uno, Amzah B. 2008. Teori Motivasi & Pengukurannya Kajian & Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Vroom, VH dan Yetton, PW (1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Pittsburg: University of Pittsburg
Munandar, Ashar Sunyoto . 2001 , Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta. Universitas Indonesia
Manulang,M.2012.DASAR-DASAR MANAJEMEN.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Mukhyi,Abdul M & Saputro,Imam,Hadi.1995.PENGANTAR MANAJEMEN UMUM.Jakarta:Gunadarma University.
http://religiouscounsellingstain.blogspot.com/2013/04/konsep-motivasi-dalam-psikologi.html
http://butuhjilbab.wordpress.com/2013/04/17/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli-definisi-fungsi-jenis-sifat-teori-ciri/
http://atpsikologi.blogspot.com/2009/10/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli.html
http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/